Monday, October 04, 2004

BUILD YOUR HIGH-QUALITY SPECTACLES THROUGH INTENSIVE AND FREQUENT LEARNING!

Bermula dari pertanyaan, kita mendapatkan jawaban. Jawaban dapat diproses kembali menjadi pertanyaan baru bahkan untuk dipertanyakan kembali berulang-ulang jika terdapat keraguan. Jawaban dapat diperoleh melalui orang lain, melalui jurnal/artikel/buku yang kita baca, melalui riset dengan sejumlah data yang tersedia, melalui pengamatan, bahkan melalui samudera hati nurani yang bersifat universal. Jawaban yang kita peroleh dari proses tersebut akan mempengaruhi keputusan atau tindakan yang diambil dan secara tidak langsung kita telah melakukan proses belajar.

Manusia telah melakukan proses belajar sejak berada dalam kandungan. Melalui suatu penelitian diamati bahwa janin dapat bereaksi jika diperdengarkan suara atau musik yang memiliki pulse melebihi detak jantung ibunya. Namun janin tidak lagi bereaksi setelah musik yang sama diperdengarkan ke 24 kalinya. Ternyata sejak berupa janin manusia sudah bisa bereaksi, berasosiasi, mengingat, dan belajar beradaptasi terhadap perubahan. Gangguan yang terjadi pada kemampuan tersebut dapat mempengaruhi kemampuan belajar dikemudian hari.

Dalam proses belajar manusia melibatkan seluruh indra dan alat gerak motorik yang dikontrol melalui otak. Proses pengumpulan data dari pengamatan dan data empiris yang tersedia dalam memori juga dilakukan oleh otak. Namun proses filtering, analisis, menyimpulkan dan pada akhirnya membuat keputusan sangat dipengaruhi oleh paradigma berfikir karena masing2 manusia mengenakan spectacles (“kacamata”) yang tidak sama atau istilah yang digunakan oleh Arvan untuk meng-analogi-kan paradigma berfikir ini adalah “jendela” (Life is Beautiful: Arvan Pradiansyah).

Mengapa kemampuan belajar dan paradigma berfikir masing2 manusia tidak sama?

Dalam suatu kelas dapat diamati bahwa setiap murid mempunyai kemajuan belajar yang tidak sama walaupun telah disiapkan pada saat pelajaran dimulai mereka memiliki pemahaman awal yang sama terhadap materi pelajaran yang akan dipelajari. Perbedaan kemajuan ini disebabkan oleh perbedaan kemampuan belajar yang melibatkan keterbukaan akan informasi baru, daya nalar, daya kritis, dan kreatifitas masing2 anak. Dalam kehidupan nyata, hal yang sama juga terjadi. Setiap manusia memiliki perbedaan kemampuan belajar yang pada akhirnya mempengaruhi kesimpulan dan keputusan yang diambil. Seperti halnya program komputer, jika proses belajar pada manusia juga melalui serangkaian pertanyaan-jawaban (IF-THEN-ELSE) yang lebih kompleks akan diperoleh kesimpulan dan keputusan yang lebih berkualitas dan juga akan membentuk ‘the high-quality spectacles’ yaitu, paradigma befikir yang lebih mendekati kebenaran (the real TRUE ) karena secara logika, error factor akan ter-reduksi hingga mendekati nol.

Kebenaran (TRUE) menjadi relatif, karena ‘kacamata’ yang dipakai dalam menilai dan menafsirkan kebenaran adalah berbeda untuk setiap manusia. Sebagai contoh adalah cerita klasik mengenai sepak terjang Robin Hood, si pencuri dermawan dari Hutan Sherwood, Nottingham, dimana batas antara kejahatan dan kebenaran menjadi sangat tipis. Keyakinan TRUE dan FALSE dapat menjadi sesuatu yang ekstrim berbeda dilihat dari dua paradigma yaitu, paradigma para korban pencurian yang menyatakan Robin Hood adalah pencuri (FALSE) dan paradigma rakyat miskin penerima harta curian yang menyatakan Robin Hood adalah pahlawan (TRUE). Lalu bagaimana dengan paradigma Robin Hood sendiri ??

Contoh lain adalah paradigma masyarakat yang dianggap benar bahwa ilmu hanya dapat dicapai melalui pendidikan formal yang tinggi dengan gelar sebagai simbol, sehingga masyarakat menghormati dan menggunakan gelar tersebut sebagai indikator kecerdasan dan luasnya pengetahuan seseorang. Di beberapa instansi gelar telah menjadi tolak ukur atau persyaratan untuk menduduki suatu jabatan tanpa mempedulikan kemampuan, prestasi, kualitas individu tersebut dalam pekerjaan serta sumbangan pemikirannya pada masyarakat. Dampak dari dipermudahnya izin penyelenggaraan pendidikan tingkat sarjana dan pasca sarjana tanpa memperhatikan kualitas, masa kuliah, dan dipermudahnya kelulusan telah mencemarkan institusi pendidikan dari fungsinya sebagai lembaga pencetak kaum intelektual menjadi institusi formal bersifat komersial penghasil Ijazah semata. Lebih ironis lagi, diperoleh informasi bahwa ijasah tersebut dapat juga diperoleh tanpa melalui proses pendidikan formal secara penuh pada universitas2 tertentu asal menyediakan sejumlah uang. Bandingkan paradigma ini dengan keberhasilan tokoh2 dunia yang sangat dihormati seperti Beethoven, George Washington, Bill Gates dll yang kebetulan tidak atau kurang mendapat pendidikan formal namun melalui daya kritis, curiosity, dan kemampuan belajar mandiri dapat memberi sumbangsih pemikiran yang luar biasa bagi perkembangan peradaban manusia

Paradigma berfikir yang mendekati kebenaran universal (hati nurani)

Selain memiliki akal, manusia diciptakan lengkap dengan hati nurani yang bersifat ilahiyah yang artinya selalu cenderung mengikuti sifat-sifat Allah seperti memberi, menyayangi, mengasihi, memelihara dll. Berbekal akal dan hati nurani, manusia dapat melakukan proses belajar mandiri dengan membuka pikiran, melatih daya kritis, kreatifitas dan keingintahuan (curiosity) dalam kerangka iman kepada Allah, sehingga hati nurani akan selalu terlibat dalam proses memilih alternatif jawaban dan mengambil keputusan.

Mulailah dengan pertanyaan, bangun paradigma menjadi the high-quality spectacles, arungi samudera ilmu yang tiada habisnya digali didunia ini dan dapatkan hikmah dari segala peristiwa, kita akan memasuki proses belajar yang sebenarnya. Pendidikan formal hanya menghasilkan seorang sarjana dengan gelar sebagai legitimasinya, namun dengan kemampuan belajar mandiri dan mengambil hikmah dari segala peristiwa akan menghasilkan seorang intelektual yang berorientasi pada kemaslahatan masyarakat.

Bagi anak-anak yang oleh karena sistem yang berjalan di negara kita tidak memungkinkan untuk bersekolah secara formal karena faktor biaya, tetap masih ada jalan dan harapan untuk terus mencari ilmu dengan belajar mandiri dengan tidak lupa untuk selalu berdoa.


(Dedicated to my dear husband in the 13th wedding anniversary, 4 Oct 2004. Hope that through the moments of learning we share we‘ll find the thought and wisdom which enrich the quality of our family and the society. May God bless us always, .. amien!)

2 comments:

dils said...

Wah, iya, lupa, mo ngasih ucapan selamat nya.
Happy belated Wedding Anniversary yang ke-13. Semoga pernikahannya tetap langgeng dan barokah, amien...

-------------------------

Sebenarnya banyak ilmu yang diturunkan di muka bumi ini. Tapi yang berkembang dan diakui hanya yang dimata manusia dianggap bernilai ekonomis aja, contoh: teknik, sains, ekonomi, hukum, dll. Ilmu2 itu yang akhirnya berkembang, dilembagakan (ada sekolahnya), dan menjadi penentu keberhasilan seseorang dalam kehidupan (Ya berupa gelar2 kesarjanaan, pekerjaan yang diperoleh setelah dapet gelar itu, dll).

Padahal kan manusia diciptakan dengan bakat dan kemampuan yang berbeda2. Setiap orang pasti punya kelebihan dan kekurangan. Kekurangan di suatu bidang kadang (pasti) di kompensasi sama kelebihan di bidang lain. Kadang gak adil juga kalo kebetulan bakat seseorang bukan bakat yang bernilai ekonomis.

Tak ada sesuatupun yang diciptakan dengan sia2. Kadang, paradigma manusialah yang membuat sesuatu menjadi sia2.

eka said...

Buat Dilla,
Aku setuju sekali.
Dulu kalau aku lihat anak2 jalanan yg kurang beruntung aku berfikir kok tuhan gak adil ya. Mereka kan tidak minta dilahirkan di tengah keluarga kekurangan sehingga sekolah adalah sesuatu yang sangat mewah atau mungkin cuma mimpi. Bagi mereka menikmati ketidakadilan adalah pilihan terbaik dari sedikit pilihan yang ada.
Setelah aku renungkan, sebenarnya tuhan memberi kesempatan yg sama pada semua manusia untuk belajar, karena belajar tidak dibatasi oleh gedung masif sekolah, belajar dapat dilakukan tanpa guru (otodidak), tidak dibatasi kurikulum dan waktu, dapat dilakukan sambil bermain, sambil berdiskusi, dan yang paling penting tidak membatasi usia.
Suamiku pernah bilang, orang yang beriman adalah orang yang penuh perjuangan untuk hidupnya, dan orang yang berjuang tidak akan pernah miskin. Mungkin ada yg salah pada paradigma berfikir masyarakat kita yang kurang beruntung itu, sehingga daya juang mereka untuk belajar hampir tidak ada dan akhirnya hanya menyerah pada nasib.
Btw, aku suka Quote diakhir comment-mu.

Thanks ya atas tanggapannya.