Wednesday, December 22, 2004

Ibuku

Bagai . . . .
Sweater membalut tubuhku
Ada kelembutan
Ada kehangatan

Kisi-kisi rajutan wolmu
Membelaiku
Menenangkanku

Kala jiwaku menggigil
Kedinginan
Ketakutan

Engkau melindungi aku
Menghadiahkan cinta
Mencurahkan kasih sayang

('hadiah untuk mama', oleh: Nurillah Alfajria, 12 thn)


Saturday, December 11, 2004

POLITICS IN DAILY LIFE

Politik dalam pandangan umum seringkali hanya dipahami dalam arti sempit. Persepsi yang sering muncul hanya seputar sepak terjang elit pemerintahan atau hal-hal yang berkaitan dengan hubungan bilateral dan multilateral suatu negara. Ironisnya, tanpa kita sadari, kehidupan keseharian kita tidak pernah lepas dari politik.

Seringkali kita dengar pendapat umum yang mengatakan bahwa politik itu kotor. Pendapat yang mungkin terbentuk dari media masa yang melulu menyajikan berita-berita politik yang jauh dari etika. Bagi yang bekerja dan mempunyai karier, mungkin tidak asing lagi dengan politik kantor yang cenderung tidak fair. Demikian juga pendapat dari kalangan muda dan anak-anak kita yang cenderung negatif. Putri pertama saya, Nuri, 12 tahun, berpendapat bahwa politik adalah sesuatu yang tidak disukai masyarakat. Sedangkan adiknya, Syifa, 8 tahun, dengan spontan menjawab, “Politik adalah demo!”. Para orangtua sebaiknya menyadari bahwa pendidikan politik diperlukan sejak usia dini agar pemahaman yang berkembang tidak memperburuk citra politik.

Bicara politik adalah bicara tentang kekuasaan (power), namun beberapa orang berpendapat bahwa politik adalah perjuangan. Menurut pandangan saya, politik adalah perjuangan untuk mencapai suatu kekuasaan dimana kekuasaan tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan tujuan yang luhur yaitu kesejahteraan dan kebahagiaan. Mendekatkan diri pada Tuhan adalah suatu bentuk politik spiritual demi memperoleh kekuasaan terhadap diri sendiri. Kekuasaan untuk mengendalikan diri terhadap hal-hal yang mempengaruhi tujuan hidup yang sesuai amanah-Nya.

Bagi elit pemerintahan, setelah kekuasaannya mendapat legitimasi dari rakyat, politik seharusnya merupakan perjuangan untuk mewujudkan kesejahteraan umum. Namun kenyataannya sangat sulit terwujud karena kepentingan yang diperjuangkan seringkali bukanlah kepentingan umum, tapi kepentingan pribadi dan golongan. Demikian juga pelaku manajemen dalam suatu organisasi atau perusahaan, seringkali tidak mampu memperjuangkan kepentingan organisasi di atas kepentingan pribadi dalam setiap pengambilan keputusan.

Kekuasaan yang diselewengkan sudah menjadi fenomena umum, dimana kepentingan umum dikalahkan oleh kepentingan pribadi. Mempertimbangkan bahaya yang timbul jika kekuasaan tunggal dapat menjadi kekuasaan absolut, Montesquieu, seorang filsuf politik abad 18, yang karena kezaliman pemerintahan oleh Raja Louis XIV, membagi kekuasan menjadi tiga yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif (trias politica) yang tujuannya adalah mencegah kekuasaan tak terbatas. Namun menurut saya, dengan pengawasan yang lemah dari masyarakat, tiga bagian kekuasaan tersebut tetap dapat berkolusi memperjuangkan kepentingan antar mereka sendiri.

Untuk mewujudkan tujuan luhur organisasi diperlukan kekuasaan berupa wewenang yang melekat dalam suatu jabatan, dimana makin tinggi jabatan makin besar kewenangan seseorang untuk mengarahkan organisasi pada tujuan luhurnya. Seorang rekan senior pernah berkata bahwa dalam politik kantor yang tidak fair kita terpaksa melakukan hal-hal yang mungkin juga tidak fair untuk mencapai kekuasaan karena hanya dengan kekuasaan tersebut, tujuan luhur organisasi dapat diperjuangkan. Terdapat kontradiksi dalam pernyataannya, karena ada semacam justifikasi terhadap politik kantor yang tidak fair, yaitu pembenaran terhadap politik yang memungkinkan kesuksesan diraih bukan karena kerja dan berfikir keras tapi semata-mata karena pandai me-lobby dan menyenangkan atasan. Dalam diri saya ada keyakinan bahwa jika perjuangan mencapai kekuasaan menggunakan politik yang tidak fair, dalam arti tidak percaya pada kerja keras, menghalalkan segala cara, dan tidak ikhlas, hati akan terkotori sehingga niat yang semula utk mewujudkan tujuan luhur organisasi akan terdeviasi. Setelah kekuasaan itu diperoleh, tujuan organisasi akan terlupakan dan digantikan dengan tujuan pribadi.

Namun demikian, saya berpendapat bahwa untuk mewujudkan suatu tujuan luhur tidak mutlak diperlukan jabatan/kedudukan sebagai legitimasi kekuasaan. Kekuasaan dapat digantikan atau diperkuat dengan pengaruh (influence), antara lain kemampuan mempengaruhi orang yang mempunyai kekuasaan dalam mengambil keputusan. Seorang bawahan dapat lebih ‘berkuasa’ daripada atasannya, jika mempunyai pengaruh yang cukup penting terhadap organisasi atau bahkan terhadap kepentingan pribadi sang atasan. Pengaruh tidak perlu dilakukan dengan pemaksaan dan kekerasan. Seorang istri, meskipun menurut pandangan umum bukanlah seorang kepala rumah tangga tetap dapat mempengaruhi setiap keputusan yang diambil oleh suami tergantung politik yang digunakan. Sekali lagi, pengaruh adalah suatu kemampuan yang dapat digunakan untuk tujuan positif atau sebaliknya.

Akhirnya, kembali pada diri kita masing-masing, apakah secara tidak sadar kita telah berpolitik dalam kehidupan sehari-hari? Jika ya, sebaiknya evaluasi kembali apakah politik yang digunakan sesuai dengan etika dan apakah kekuasaan atau pengaruh yang kita peroleh sungguh-sungguh digunakan untuk kepentingan bersama?

Tuesday, December 07, 2004

Keseharian

Tips 1: Kreatifitas
Hallo namaku Assyifa Humaira .
Nah aku akan kasih tau apa maksudnya kreatifitas.
Kreatifitas adalah segala sesuatu karya yang kita hasilkan sendiri
dan berbentuk unik. Kalo baru coba sih…susah,
tapi kalo udah bisa, berarti ada kemajuan.



Tips 2: Terbiasa
Hmm……,contohnya menjahit, kalo
belom terbiasa pasti stress deh.
Kalo udah terbiasa pasti tenang.
Makanya biar hasil nya lebih bagus,kita harus terbiasa.

Tips 3 : Gagal
Kalo buat sesuatu pasti ada kegagalan.
Contoh buat kue,udah kita bentuk-bentuk,
waktu taro di oven……yah jadinya nggak ada
bentuk. Tapi nggak apa-apa kok setiap
prakarya kita pasti ada kegagalan.

Tips 4: Keberhasilan
Dalam setiap prakarya pasti ada keberhasilan. Keberhasilan menunjukan bahwa kita sukses. Biasanya kita harus gagal dulu baru berhasil. Coba kalo kita langsung berhasil jadi nggak ada pengalamankan.

(cuplikan diary Syifa, 8 tahun, yang ditulis tgl 26 Sept 2004)

Tuesday, November 09, 2004

THE AMAZING FACTS OF COMMUNICATION

Selain aspek teknis dan teori, sisi lain dari komunikasi tidak banyak diketahui. Komunikasi dalam pandangan umum yang sederhana dipahami sebagai proses menyampaikan pesan dan sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, komunikasi juga berkembang menjadi ciri utama kebudayaan modern. Sebagai makhluk sosial, kita akan selalu terlibat dalam proses komunikasi, bahkan proses ini juga berlangsung antara tubuh, pikiran, dan hati yang seringkali mempunyai kehendak berbeda sehingga menimbulkan kontradiksi antara satu dengan lainnya.

Jika kita perhatikan, begitu banyak masalah yang timbul akibat kurang atau tidak lancarnya komunikasi. Masalah ini juga timbul antara resources (mind, body and heart) dalam diri kita sendiri, misalnya orang yang ingin berhenti merokok, merasakan adanya pertentangan antara pikiran (mind) yang menyatakan ingin berhenti merokok demi kesehatan, dengan tubuh (body) yang selalu memberi tanda-tanda tidak nyaman jika tidak merokok. Pertentangan akan selalu dimenangkan oleh resource yang kita biarkan dominan.

Kurangnya komunikasi juga sering kita temui sebagai pemicu keretakan rumah tangga, perselisihan antara orang tua dan remaja, perlawanan buruh terhadap majikan, demonstrasi rakyat terhadap pemerintah, bahkan kurangnya komunikasi dalam hubungan dengan Tuhan (transendetal relationship) menyebabkan hilangnya arah dan makna kehidupan. Akibat yang ditimbulkan dapat berupa kerusakan yang dashyat jika masalah komunikasi ini tidak segera diatasi. Dalam lingkungan kerja sekalipun, komunikasi yang terhambat antara pelaku organisasi dapat menimbulkan kerugian baik dari sisi biaya dan waktu (efisiensi) maupun dari sisi pencapaian tujuan (efektifitas).

Menurut pandangan saya, komunikasi lebih jujur bercerita melalui tanda dan simbol, meskipun tidak menghapus kemungkinan bahwa tanda dan simbol juga dapat dipalsukan. Tanda dan simbol, sebagai bagian dari komunikasi, dapat kita pelajari dari cabang ilmu Semiotika. Umberto Eco, seorang pakar Semiotika berkata: “Orang-orang berkomunikasi satu sama lain melalui wahana yang beragam, dari pakaian yang mereka kenakan sampai rumah-rumah yang mereka tempati”

Ada beberapa cerita yang pernah saya dengar dan saya baca dan dapat dididentifikasi sebagai komunikasi dengan tanda dan simbol. Diantaranya cerita mengenai seorang ibu rumah tangga, istri dari seorang suami yang sibuk. Sang istri sering merasa surprise dan berbunga-bunga setiap menerima telepon dari suami (beberapa kali dalam satu hari) walaupun jarang dapat berbicara karena HP nya mati sebelum sempat diangkat (misscall) yang ternyata memang disengaja oleh sang suami yang berusaha mencuri waktu menelpon disela-sela jadwalnya yang padat atau memang tidak menemukan kata-kata yang mampu mewakili rasa rindunya. Suatu bentuk komunikasi yang menyatakan perhatian sehingga istri merasa penting dan dihargai.

Beberapa aspek yang mendukung lancarnya komunikasi adalah terkait pada pribadi masing-masing, diantaranya adalah Empati dan Trust. Empati adalah kemampuan kita untuk dapat mendengar dan merasakan apa yang sedang dibicarakan, difikirkan dan dirasakan oleh lawan bicara kita. Tuhan menganugerahkan kita dua telinga dan satu mulut adalah agar kita lebih banyak mendengar daripada berbicara. Kemampuan berempati adalah berbeda pada setiap orang, namun dapat dilatih dan dipelajari. Seperti yang pernah saya utarakan pada wawancara on-air melalui telepon dengan radio Delta FM, bahwa kunci komunikasi yang berhasil dengan anak-anak adalah dengan berempati. Bahkan saat-saat mereka melanggar peraturan yang sebelumnya sudah disepakati bersama, sebaiknya kita berempati, mendengarkan dan mempertimbangkan alasan-alasan yang dikemukakan, selanjutnya membuat kesepakatan baru yang lebih realistis sehingga tidak perlu menerapkan hukuman.

Apakah kemampuan empati dapat muncul jika kita sedang marah? Mungkin dapat dijelaskan berdasarkan cerita yang saya terima dari email seorang teman tentang penjelasan atas suatu pertanyaan “ Mengapa saat marah, kita cenderung bersuara keras atau berteriak?” padahal lawan bicara kita berada sangat dekat. Tak mampukah kita bicara lebih halus?. Penjelasannya adalah : Ketika dua orang sedang berada dalam situasi kemarahan, jarak antara ke dua hati mereka menjadi amat jauh walau secara fisik mereka begitu dekat. Karena itu, untuk mencapai jarak yang demikian, mereka harus berteriak. Namun anehnya, semakin keras mereka berteriak, semakin mereka menjadi marah dan dengan sendirinya jarak hati yang ada di antara keduanyapun menjadi lebih jauh lagi. Karena itu mereka terpaksa berteriak lebih keras lagi. Sebaliknya, apa yang terjadi ketika dua orang saling jatuh cinta? suara yang keluar dari mulut mereka begitu halus dan kecil. Sehalus apapun, keduanya bisa mendengarkannya dengan begitu jelas. Mengapa demikian? Karena hati mereka begitu dekat, hati mereka tak berjarak. Pada akhirnya sepatah katapun tak perlu diucapkan. Sebuah pandangan mata saja amatlah cukup membuat mereka memahami apa yang ingin mereka sampaikan. Dari cerita ini dapat disimpulkan bahwa, walaupun hanya melalui tanda dan simbol, komunikasi akan berlangsung efektif jika melibatkan empati dalam prosesnya. Sedangkan orang yang sedang marah, sangat sulit berempati. Mungkin pada saat kita marah, tak mengucapkan kata-kata adalah cara yang lebih bijaksana.

Selain Empati, aspek yang dibutuhkan untuk kelancaran komunikasi adalah Trust (kepercayaan). Samuels Smile, seorang pengarang, mengatakan, “What you are, communicates more eloquently than what you say or what you do”. Menurut Arvan Pradiansyah, “ Kepercayaan adalah dasar dari segala bentuk hubungan antar manusia. Tanpa kepercayaan, komunikasi sebaik apapun tidak ada gunanya”. Jika kita amati, masalah yang dihadapi bangsa kita sebelumnya adalah krisis kepercayaan rakyat kepada pemerintah yang mengakibatkan terhambatnya komunikasi antara mereka. Akibatnya, apapun yang dilakukan pemerintah dalam rangka membenahi sistem ekonomi dan sosial budaya, selalu ditanggapi dengan curiga dan prasangka buruk. Semoga pemerintahan yang baru dapat mengembalikan kepercayaan rakyat, yang selanjutnya akan memperlancar komunikasi demi pembangunan yang sudah sekian lama berjalan tidak efektif.

Dapat disimpulkan bahwa aspek yang paling penting dari komunikasi yang efektif adalah kembali pada diri kita masing-masing. Apakah kita sudah mampu menjadi pendengar yang baik atau cenderung selalu mendominasi pembicaraan hanya karena ingin menunjukkan siapa diri kita. Selain itu, apakah kita mampu membangun kepercayaan pada lawan bicara kita?, karena menciptakan kesan dapat dipercaya membutuhkan waktu dan proses yang sangat lama, namun untuk menghancurkannya hanya membutuhkan beberapa detik saja.

Monday, November 01, 2004

SELF MANAGEMENT

Manajemen adalah suatu ilmu yang seringkali kita dengar dan bicarakan pada saat mengikuti antara lain; seminar, pendidikan, atau rapat-rapat di kantor dan organisasi. Sadar atau tidak, kita juga melaksanakannya setiap hari, baik dalam konteks me-manage dan di-manage. Manajemen secara umum diasosiasikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari bagaimana merencanakan, mengatur, menggerakkan, dan mengendalikan sesuatu urusan sehingga tercapai tujuan yang dikehendaki dengan sumber daya (resource) yang terbatas. Perlu digaris bawahi mengenai resource ini, karena dengan resource yang tidak terbatas kita tidak perlu manajemen. Yang terkait dalam manajemen diantaranya adalah strategi dan kepemimpinan (leadership), Karena setiap orang yang mempraktekkan ilmu manajemen adalah seorang pemimpin dan menggunakan strategi dalam mencapai tujuannya.

Anehnya, sekian banyak buku, kuliah dan seminar manajemen yang saya ikuti, tidak pernah membahas atau menyinggung tentang manajemen diri (self management) dan hubungannya dengan efektifitas manajemen pada perusahaan dan organisasi. Sebagai seorang pelaku manajemen dalam suatu struktur organisasi, diperlukan suatu sifat kepemimpinan (leadership) yang tentu saja hanya dapat secara efektif dimiliki oleh seseorang yang sukses dalam me-manage dirinya sendiri. Bagaimana seseorang dapat me-manage dirinya adalah materi yang sering terlewatkan dalam pembahasan ilmu manajemen.

Cukup banyak kata-kata bijak yang mengatakan betapa perang terbesar adalah melawan diri sendiri, menjadi pemimpin untuk diri sendiri, seperti yang dikatakan Plato bahwa, “ The first and the best victory is to conquer self” dan salah satu hadis Nabi Muhammad mengatakan perang terbesar umat manusia adalah perang melawan hawa nafsu. Dimana hawa nafsu dapat diterjemahkan sebagai keinginan dan kesenangan yang dapat bersifat negatif dan destruktif.

Menurut Gede Prama, “Manajemen diri adalah suatu ilmu yang hidup, yang lahir, tumbuh, dan bercabang saat dibenturkan, diuji dalam kehidupan“. Sedangkan menurut pandangan saya, manajemen diri berkaitan dengan bagaimana kita sebagai manusia memahami siapa diri kita dan bagaimana mengelolanya. Memahami diri, saya rasa adalah perintah Tuhan dalam Alquran yang turun pertama kali, “ Bacalah, dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah”. (Al-Alaq, 1-2). Tuhan tidak menurunkan wahyu pertamanya berupa ayat-ayat tentang penciptaan langit dan bumi, tentang akhlaq, atau tentang perintah sholat dan puasa, tapi meminta kita untuk mempelajari lebih dulu siapa diri kita sebenarnya. “Darimana kita diciptakan?”, yang tentu saja dengan berfikir kritis pertanyaan kita akan berlanjut menjadi “untuk apa kita hidup?” dan “kemanakah kita akan berakhir?”. Namun pertanyaan-pertanyaan ini hendaknya tetap dalam kerangka iman kepada Allah sesuai dengan maksud surat Al-Alaq tersebut di atas. Dengan memahami diri, kita akan mengenali resource-resource utama yaitu pikiran (Mind), tubuh (body) dan hati (heart). Ketiga resource yang kita miliki keberadaannya sangat terbatas, oleh karena itu butuh pengelolaan yang tepat (self management )

Pikiran (mind) adalah resource yang berkembang sesuai usia, pengalaman, pendidikan, dan hasil pembelajaran diri dan secara dinamis membentuk paradigma, yaitu respon dan persepsi kita terhadap suatu informasi atau peristiwa. Bagaimana mengelola pikiran, menurut saya adalah dengan tidak berhenti belajar. Hidup adalah sekolah yang sebenarnya, dimana kita adalah pelajar yang aktif mencari informasi, belajar dari pengalaman, dan mengikuti semua ujian hidup dengan persiapan mental yang cukup dan ilmu yang utuh. Mengelola pikiran juga berarti senantiasa berfikir positif, artinya mampu mengambil hikmah dari suatu peristiwa dan menjadikannya sebagai referensi dalam paradigma kita. Dengan mengelola pikiran dengan tepat, kita akan memiliki kebijaksanaan dan keluasan wawasan berfikir yang akan menjadi modal dalam menjalankan tugas-tugas dan peran kita di dunia

Sesuai pertambahan usia, fungsi tubuh punya keterbatasan tertentu, sehingga resource inipun perlu dikelola dengan tepat. Mengelola tubuh terkait dengan bagaimana kita menghargai dan menjaga tubuh kita secara fisik dengan cara menerapkan pola makan dan pola hidup seimbang, diantaranya adalah menjauhkan diri dari makanan dan minuman yang tidak bermanfaat, tidak memforsir diri dalam bekerja, dan cukup berolahraga. Sehingga tujuan dari manajemen ini adalah memperoleh kesehatan dan kebugaran yang akan memudahkan kita beraktifitas.

Manajemen hati adalah bagaimana kita mengelola dan menjaga hati kita agar senantiasa bersih, tidak dikotori dan diracuni oleh sikap dan tingkah laku yang merusak. Hati yang bersih ditandai dengan rasa bahagia yang survive dalam setiap keadaan, baik dalam keadaan nyaman, cukup dan lapang juga dalam keadaan kurang, menderita bahkan dalam kekecewaan. Dan sesuai ajaran banyak agama didunia bahwa menjaga hati diantaranya adalah dengan memberi, melayani, bersyukur, bersabar, dan pasrah pada Tuhan.

Ketiga resource tersebut di atas saling mendukung dan berkordinasi, seperti yang dikatakan AA Gym bahwa, “Jika hati kita bersih, maka pikiran juga akan jernih”. Selain itu suatu penelitian empiris telah membuktikan bahwa pikiran yang tidak di-manage dengan baik, menjadi penyebab terbesar penyakit-penyakit psikosomatis yang mengganggu kesehatan tubuh.

Pada akhirnya, seseorang yang mampu memahami dan mengelola diri dengan baik, akan lebih besar peluangnya untuk sukses memimpin dirinya dan keluarganya, ikut berperan dan memberikan kontribusi positif dalam masyarakat.

Monday, October 18, 2004

anakku, layang-layangku

membesarkan anak adalah bermain layang-layang
pilihlah benang yang kuat sebagai bekal ilmu kehidupan
pilihlah waktu yang tepat menarik dan mengulur benang

bila tiba saat langit berwarna biru cerah
dan angin bertiup lembut bersahabat
ulurlah perlahan
biarkan layang-layang menari
meliuk dan bercanda dengan hidup
bila mendung mulai bergayut menutup biru
bila angin mulai menunjukkan kekuatan
tariklah juga perlahan
biarkan layang-layang turun
menuju rengkuhan cinta bumi yang menanti

jangan biarkan keinginan tinggi melayang
lepas dan berkeras melawan tanda-tanda alam
jangan biarkan layang-layang putus
terseret arus kekuasaan dan keserakahan
karena anak adalah anugerah juga ladangnya amal
sedangkan angin yang bertiup adalah sang kehidupan


(to my children - with love)

Wednesday, October 13, 2004

RAMADHAN : A TURNING POINT OR A MERE TRADITION ?

Menjelang Ramadhan ini ada hal-hal menarik yang dapat di renungkan. Sebagai manusia spriritual, saya berusaha menggali dan memahami makna dibalik kegiatan ritual tersebut. Sebagai mahluk sosial, sejauh waktu dan kewajarannya memungkinkan, saya pun ikut membaur dalam ‘ritual-ritual’ sosial yang sudah membudaya pada masyarakat lokal dimana saya tinggal.

Sebagai salah satu rukun islam, puasa yang kita jalani sejak kecil tidak serta merta menumbuhkan kesadaran ( self consciousness) saat melaksanakannya. Waktu kecil saya lakukan puasa karena orang tua menanamkan pengertian surga-neraka sebagai konsekuensi atas kebaikan dan keburukan yang kita lakukan, dan puasa adalah suatu bentuk kebaikan. Selain itu, puasa, dalam pikiran kecil saya yang sangat terbatas pada saat itu, adalah suatu latihan untuk menjadi orang dewasa. Namun setelah dewasa, puasa juga belum tentu punya makna yang dalam bagi yang melaksanakannya.

Dalam usaha mencari makna, sebagai manusia yang cenderung lebih menghargai rasio daripada intuisi banyak hal yang dapat dilakukan, misalnya melalui penalaran, penelitian, pembuktian dan sebagainya. Sebagai contoh, sudah banyak ahli di bidang kesehatan dari dalam dan luar negeri yang memperkenalkan detoksifikasi yaitu, proses pembuangan racun/toksik yang mengendap dalam tubuh kita melalui puasa. Gaya hidup dan pola makan yang cenderung tidak sehat, memungkinkan mengendapnya racun dalam tubuh kita dan harus segera dibersihkan. Menurut Andang Gunawan ,seorang Ahli Gizi yang juga penulis buku Food Combining, tubuh segera akan memberi "peringatan" manakala sudah harus dibersihkan. Kondisi ini disebut asidosis. Saat itu keasaman tubuh sudah terlalu tinggi hingga rentan terhadap penyakit. Padahal keseimbangan asam basa bagi tubuh yang sehat antara 7,3 - 7,5. Gejala awal asidosis antara lain, sering sakit kepala, asma, sinusitis, mudah alergi, sering pilek, batuk, dan flu, sering kembung, sembelit, mag, kulit berjerawat, keputihan, napas dan keringat bau, dan kelebihan berat badan. Nah, kalau gejala-gejala tersebut sudah dialami, saatnyalah kembali berpuasa, tidak makan dan minum dalam periode waktu tertentu.

Selain itu telah dibuktikan bahwa emosi dan stress yang tidak terkendali atau sikap mental yang negatif dapat menekan sistem kekebalan tubuh sehingga penyakit mudah menyerang. Para pakar telah membuktikan bahwa 50%-80% penyakit akut dan kronis dapat dilatarbelakangi oleh emosi dan stress.

Selain dari penelitian yang dibuktikan dengan data2 empiris tersebut, ternyata ritual puasa juga cukup dikenal hampir di semua agama, termasuk antara lain ajaran Tao dan Yahudi yang tujuan akhirnya kurang lebih adalah pengendalian diri untuk mencapai keseimbangan. Dalam Islam pentingnya berpuasa dapat ditemukan dalam Al Quran, "Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa" (QS2:183).

Namun berdasarkan pemahaman masyarakat yang sangat beragam, ada yang memaknai puasa hanya sekedar tidak makan dan minum, ada pula yang sekedar pengendalian emosi yang efektif hanya di bulan ramadhan saja. Sehingga puasa sama sekali tidak merubah pemikiran dan tingkah laku secara fundamental. Hal ini mungkin disebabkan karena paradigma surga-neraka saat masih kecil dulu masih mendominasi pemahaman orang-orang dewasa. Menurut Arvan Pradiansyah, tingkatan tertinggi yang dilaksanakan orang yang berpuasa adalah puasa spiritual. Intinya adalah merasakan kehadiran Tuhan dalam keseharian kita. Inilah sebenarnya tujuan utama puasa yaitu menjadi orang yang taqwa, dimana definisi taqwa secara tepat bukanlah “takut” tetapi “dekat”.

Fenomena baru lagi dimasyarakat kita, khususnya di perkotaan adalah munculnya tradisi-tradisi baru yang mengikuti ramadhan yang saya sebut dengan ritual-ritual sosial, seperti banyaknya undangan makan bersama sebelum ramadhan tiba, demikian juga undangan berbuka puasa yang kadang disajikan dengan berlebihan. Dapat juga kita amati acara ngabuburit menjelang berbuka, yang bahkan dilakukan ditempat-tempat yang justru tidak mendukung maksud dan tujuan berpuasa. Masih banyak lagi tradisi-tradisi yang pada dasarnya cukup bermanfaat dilihat dari sisi hubungan sosial (silaturahmi) namun akhirnya sering mengaburkan makna substantial dari Ramadhan itu sendiri.

Menurut pandangan saya, Bulan Ramadhan adalah waktu dimana kita berkesempatan membersihkan racun-racun fisik dan emosi yang mengendap dalam tubuh kita dengan berpuasa pada siang hari dan sekaligus membersihkan racun2 hati dan pikiran yang merusak mental-spritual dengan melakukan ratil dan perenungan pada malam hari. Hal ini adalah salah satu bentuk hubungan pribadi (P to P) antara Tuhan dan Manusia dimana khususnya pada bulan Ramadhan, dibukakannya pintu rahmat/petunjuk bagi orang2 yang memang berusaha meluangkan waktu terutama malam hari untuk melakukan rattil (study alquran) dan kontemplasi (perenungan yang dalam). Dan hanya orang-orang yang berhasil dalam berpuasa, melakukan rattil dan perenungan itulah yang akan mendapat petunjuk dengan terbukanya pintu hati dan pikiran akan kebenaran dan menguatkan keyakinan untuk kembali pada fitrah manusia sebagai khalifah dan co-creator alam semesta. Petunjuk inilah yang disimbolkan sebagai Lailatul Qadar, bahwa ada satu malam dimana kita dapat merasakan adanya perubahan secara fundamental dalam diri kita sehingga kita merasa terlahir kembali dengan paradigma baru, paradigma yang fitrah, seperti kupu-kupu cantik yang baru keluar dari kepompong setelah memutuskan bahwa hidupnya harus berubah.

Saya yakin hal ini tidaklah mudah, karena perubahan menuju paradigma yang fitrah tidak dapat dicapai hanya dalam satu bulan. Hal ini membutuhkan proses yang harus terus-menerus diasah dan diperjuangkan setiap saat sehingga dapat diwujudkan dan dibuktikan melalui perbuatan.Lailatul Qadar merupakan klimaks dari usaha dan perjuangan yang telah kita lakukan untuk selalu cenderung pada kebenaran dan kebaikan

Sekali lagi bahwa Lailatul Qadar bukanlah seperti mitos Bintang Jatuh, sebagaimana manusia berlomba-lomba memprediksi tanda-tandanya secara fisik dengan keyakinan bahwa seluruh dosa akan terhapus begitu saja saat menyaksikannya. Lailatul Qadar hanya datang pada orang-orang yang memang memenuhi syarat untuk mencapai derajat tertentu sebagai manusia yang mampu kembali fitrah. Setiap manusia punya kesempatan yang sama untuk mencapainya. Sekarang tergantung kemampuan kita memilih dari pilihan-pilihan hidup yang ada (if-then-else) karena tuhan menganugerahkan kekuatan terbesar pada manusia sebagai ciptaan-Nya yang istimewa, yaitu Kekuatan Memilih (The Power to Choose).

Monday, October 04, 2004

BUILD YOUR HIGH-QUALITY SPECTACLES THROUGH INTENSIVE AND FREQUENT LEARNING!

Bermula dari pertanyaan, kita mendapatkan jawaban. Jawaban dapat diproses kembali menjadi pertanyaan baru bahkan untuk dipertanyakan kembali berulang-ulang jika terdapat keraguan. Jawaban dapat diperoleh melalui orang lain, melalui jurnal/artikel/buku yang kita baca, melalui riset dengan sejumlah data yang tersedia, melalui pengamatan, bahkan melalui samudera hati nurani yang bersifat universal. Jawaban yang kita peroleh dari proses tersebut akan mempengaruhi keputusan atau tindakan yang diambil dan secara tidak langsung kita telah melakukan proses belajar.

Manusia telah melakukan proses belajar sejak berada dalam kandungan. Melalui suatu penelitian diamati bahwa janin dapat bereaksi jika diperdengarkan suara atau musik yang memiliki pulse melebihi detak jantung ibunya. Namun janin tidak lagi bereaksi setelah musik yang sama diperdengarkan ke 24 kalinya. Ternyata sejak berupa janin manusia sudah bisa bereaksi, berasosiasi, mengingat, dan belajar beradaptasi terhadap perubahan. Gangguan yang terjadi pada kemampuan tersebut dapat mempengaruhi kemampuan belajar dikemudian hari.

Dalam proses belajar manusia melibatkan seluruh indra dan alat gerak motorik yang dikontrol melalui otak. Proses pengumpulan data dari pengamatan dan data empiris yang tersedia dalam memori juga dilakukan oleh otak. Namun proses filtering, analisis, menyimpulkan dan pada akhirnya membuat keputusan sangat dipengaruhi oleh paradigma berfikir karena masing2 manusia mengenakan spectacles (“kacamata”) yang tidak sama atau istilah yang digunakan oleh Arvan untuk meng-analogi-kan paradigma berfikir ini adalah “jendela” (Life is Beautiful: Arvan Pradiansyah).

Mengapa kemampuan belajar dan paradigma berfikir masing2 manusia tidak sama?

Dalam suatu kelas dapat diamati bahwa setiap murid mempunyai kemajuan belajar yang tidak sama walaupun telah disiapkan pada saat pelajaran dimulai mereka memiliki pemahaman awal yang sama terhadap materi pelajaran yang akan dipelajari. Perbedaan kemajuan ini disebabkan oleh perbedaan kemampuan belajar yang melibatkan keterbukaan akan informasi baru, daya nalar, daya kritis, dan kreatifitas masing2 anak. Dalam kehidupan nyata, hal yang sama juga terjadi. Setiap manusia memiliki perbedaan kemampuan belajar yang pada akhirnya mempengaruhi kesimpulan dan keputusan yang diambil. Seperti halnya program komputer, jika proses belajar pada manusia juga melalui serangkaian pertanyaan-jawaban (IF-THEN-ELSE) yang lebih kompleks akan diperoleh kesimpulan dan keputusan yang lebih berkualitas dan juga akan membentuk ‘the high-quality spectacles’ yaitu, paradigma befikir yang lebih mendekati kebenaran (the real TRUE ) karena secara logika, error factor akan ter-reduksi hingga mendekati nol.

Kebenaran (TRUE) menjadi relatif, karena ‘kacamata’ yang dipakai dalam menilai dan menafsirkan kebenaran adalah berbeda untuk setiap manusia. Sebagai contoh adalah cerita klasik mengenai sepak terjang Robin Hood, si pencuri dermawan dari Hutan Sherwood, Nottingham, dimana batas antara kejahatan dan kebenaran menjadi sangat tipis. Keyakinan TRUE dan FALSE dapat menjadi sesuatu yang ekstrim berbeda dilihat dari dua paradigma yaitu, paradigma para korban pencurian yang menyatakan Robin Hood adalah pencuri (FALSE) dan paradigma rakyat miskin penerima harta curian yang menyatakan Robin Hood adalah pahlawan (TRUE). Lalu bagaimana dengan paradigma Robin Hood sendiri ??

Contoh lain adalah paradigma masyarakat yang dianggap benar bahwa ilmu hanya dapat dicapai melalui pendidikan formal yang tinggi dengan gelar sebagai simbol, sehingga masyarakat menghormati dan menggunakan gelar tersebut sebagai indikator kecerdasan dan luasnya pengetahuan seseorang. Di beberapa instansi gelar telah menjadi tolak ukur atau persyaratan untuk menduduki suatu jabatan tanpa mempedulikan kemampuan, prestasi, kualitas individu tersebut dalam pekerjaan serta sumbangan pemikirannya pada masyarakat. Dampak dari dipermudahnya izin penyelenggaraan pendidikan tingkat sarjana dan pasca sarjana tanpa memperhatikan kualitas, masa kuliah, dan dipermudahnya kelulusan telah mencemarkan institusi pendidikan dari fungsinya sebagai lembaga pencetak kaum intelektual menjadi institusi formal bersifat komersial penghasil Ijazah semata. Lebih ironis lagi, diperoleh informasi bahwa ijasah tersebut dapat juga diperoleh tanpa melalui proses pendidikan formal secara penuh pada universitas2 tertentu asal menyediakan sejumlah uang. Bandingkan paradigma ini dengan keberhasilan tokoh2 dunia yang sangat dihormati seperti Beethoven, George Washington, Bill Gates dll yang kebetulan tidak atau kurang mendapat pendidikan formal namun melalui daya kritis, curiosity, dan kemampuan belajar mandiri dapat memberi sumbangsih pemikiran yang luar biasa bagi perkembangan peradaban manusia

Paradigma berfikir yang mendekati kebenaran universal (hati nurani)

Selain memiliki akal, manusia diciptakan lengkap dengan hati nurani yang bersifat ilahiyah yang artinya selalu cenderung mengikuti sifat-sifat Allah seperti memberi, menyayangi, mengasihi, memelihara dll. Berbekal akal dan hati nurani, manusia dapat melakukan proses belajar mandiri dengan membuka pikiran, melatih daya kritis, kreatifitas dan keingintahuan (curiosity) dalam kerangka iman kepada Allah, sehingga hati nurani akan selalu terlibat dalam proses memilih alternatif jawaban dan mengambil keputusan.

Mulailah dengan pertanyaan, bangun paradigma menjadi the high-quality spectacles, arungi samudera ilmu yang tiada habisnya digali didunia ini dan dapatkan hikmah dari segala peristiwa, kita akan memasuki proses belajar yang sebenarnya. Pendidikan formal hanya menghasilkan seorang sarjana dengan gelar sebagai legitimasinya, namun dengan kemampuan belajar mandiri dan mengambil hikmah dari segala peristiwa akan menghasilkan seorang intelektual yang berorientasi pada kemaslahatan masyarakat.

Bagi anak-anak yang oleh karena sistem yang berjalan di negara kita tidak memungkinkan untuk bersekolah secara formal karena faktor biaya, tetap masih ada jalan dan harapan untuk terus mencari ilmu dengan belajar mandiri dengan tidak lupa untuk selalu berdoa.


(Dedicated to my dear husband in the 13th wedding anniversary, 4 Oct 2004. Hope that through the moments of learning we share we‘ll find the thought and wisdom which enrich the quality of our family and the society. May God bless us always, .. amien!)

Monday, September 27, 2004

S U C C E S S
("INSIDE THE BOX" VERSUS "OUTSIDE THE BOX" PERSPECTIVE)

Seorang ayah yang ingin pada suatu hari putranya akan menjadi seorang pianis terkenal, telah melakukan berbagai cara termasuk mendorong putranya agar giat berlatih piano melalui bimbingan seorang guru yang professional. Suatu ketika seorang pianist yang sangat terkenal akan mengadakan pertunjukan di kota dimana sang ayah dan putranya tinggal dan tentu saja sang ayah tak lupa memesan 2 tiket pertunjukan untuk dirinya dan putranya.

Lampu ruangan masih belum dinyalakan satu jam sebelum pertunjukan, namun seluruh kursi sudah terisi penuh. Sang putra yang memang masih anak-anak terlihat tidak sabar menunggu dan tanpa disadari oleh sang ayah, si anak menyelinap pergi. Sang ayah baru menyadari bahwa putra yang duduk disampingnya telah menghilang saat lampu ruangan dinyalakan tanda pertunjukan akan segera dimulai dan lebih terkejut lagi karena tepat di panggung pertunjukan dilihatnya putranya sedang berjalan menuju piano. Sang Anak yang kelihatan sudah tak sabar segera mendekati piano dan memainkan not-not lagu sederhana, “twinkle…twinkle .. little star...”. Para penonton sangat terkejut dan terlebih lagi penata lampu yang mengira pertunjukan sudah dimulai tanpa aba-aba terlebih dahulu. Segera lampu ruangan dimatikan dan lampu sorot diarahkan ke panggung tepat dimana Sang anak dengan semangat sedang memainkan not-not sederhananya.

Dibalik panggung, Sang Pianist yang memperhatikan dengan kagum akan usaha dan keberanian Sang anak, segera menghampirinya dan berkata “Teruslah bermain, Nak !” Sang Anak yang mendapat izin menjadi kian bersemangat meneruskan permainannya. Sang Pianist memutuskan duduk disebelahnya ikut bermain dan mengiringi permainan dengan harmoni yang sempurna, mengisi kelemahan-kelemahan permainan Sang Anak dan menjadikan lagu sederhana tersebut menjadi komposisi yang sangat indah. Penonton begitu kagum dan tidak henti-hentinya memberikan applause dan lemparan bunga ke arah panggung pertunjukan. Sang Anak berfikir, “ Ah, gila…!! Aku baru belajar piano selama satu bulan, tapi hasilnya demikian hebat dan seluruh penonton mengelu-elukan aku”.

Sesungguhnya Sang Anak tidaklah tau bahwa yang dielu-elukan oleh penonton adalah Sang Pianist yang demikian memukau telah mengubah not-not sederhana tersebut menjadi lagu dengan aransemen yang indah.

(ditulis berdasarkan cerita yang diudarakan oleh Delta FM, Senin pagi, 27/09/04)

Implikasinya dalam kehidupan:

Seringkali kita tidak tau bahwa dibalik keberhasilan, kepopuleran, kekayaan dan kekuasaan yang kita capai dan kita miliki adalah terjadi atas pertolongan dan kehendak Allah.

Seringkali kita lupa untuk berterimakasih, bersyukur, menjaga dan menggunakan keberhasilan itu sebagai amanah Allah untuk dimanfaatkan dijalan kebaikan.

Seringkali kita tidak menyadari nilai dan makna suatu keberhasilan, merasa berhak dan selalu menuntut lebih dari yang selayaknya kita dapat berdasarkan usaha dan kerja keras kita. Sehingga tanpa disadari telah mematikan semangat dan membiarkan sifat tamak mendorong kita untuk mencuri, memanipulasi ide dan hak-hak orang lain dan kemudian dengan bangga menyatakan hasil dari perbuatan tersebut adalah suatu KEBERHASILAN

These poor mistaken people think they shine, and they do indeed, but it is as putrefaction shines,--in the dark. (Phillip Dormer Stanhope)

Thursday, September 16, 2004

TRAPPED IN THE DEEPEST LAYER

Melalui dialog pada salah satu radio swasta di Jakarta diungkapkan bahwa penderita narkoba kebanyakan tidak peka pada peristiwa yang terjadi disekelilingnya, termasuk peristiwa peledakan bom yang terjadi beberapa waktu lalu. Hal ini disebabkan karena fokus kehidupan mereka hanya terbatas pada bagaimana mendapatkan narkoba untuk mengurangi rasa sakit yang menyiksa. Nothing else!.

My dear husband berpendapat bahwa mereka yang baru mulai mencoba mengkonsumsi obat-obatan tersebut biasanya merasa sangat nyaman, damai, lebih berani dan lebih percaya diri, bahkan merasakan kegembiraan yang berlebihan atau eforia. Hal2 tsb adalah beberapa efek positif(penguat) akibat pemakaian narkotika dan golongan obat psikotropika lainnya selain kemampuannya mengurangi rasa sakit. Namun jika efek negatif (ketergantungan) sudah mulai terasa, efek positif yang ada hanya sekedar mengurangi rasa sakit. Tidak ada lagi eforia, perasaan nyaman, percaya diri dan sebagainya, yang ada hanya rasa tersiksa dan matinya akal sehat sehingga akan melakukan apa saja untuk menggantikan rasa sakit tersebut. Betapa ekstrim arti surga dan neraka buat mereka.

Mengapa mereka tidak melalui proses berfikir yang akan memberikan pertimbangan dan akal sehat sebelum mengambil keputusan untuk memakai narkoba?. Begitu hebatnya kungkungan paradigma berfikir kebanyakan manusia sehingga membuat dunia menjadi sangat kecil dan hanya berputar sebatas Ego masing2. Ini bukan saja terjadi pada para penderita ketergantungan narkoba, tapi juga pada penderita ketergantungan (cinta berlebihan) pada manusia, ideologi, kekuasaan, harta, popularitas, dan sebagainya. Membuat hal-hal tersebut menjadi bentuk2 berhala modern pada abad ini.



Be an open-minded person, guys. Get out and think outside the box!
For You, who’d already have a multiple layers inside the box, crawl the layers up to get your consciousness back.

Sunday, September 12, 2004

CHANGE IS A PART OF LIFE

People change ..!
That's what a friend of mine wrote to me in his last letter about 13 years ago. It didn't mean anything until I recently get into a completely awareness of what the word was about.

We hardly realize a deep meaning of change in our lives.
It simply happened and we're surprised, then naturally we adjust to it. As usual, I need to change my spectacles to a sophisticated one (a 3D glasses) to help my heart and mind freely surf a thousand scenarios to explain just one change.

Though the changes we experience are about violences which could lead to the massive ones; cultural change or even the earth-change, I always accept them as a part of life and see it through a rose-colored glasses.

Friday, September 10, 2004

IT WAS A SIGN FROM GOD !

Guncangan bom terjadi lagi di Jakarta setelah lebih kurang satu tahun yang lalu terjadi peledakan bom di Hotel J.W. Marriot yang mengingatkan kembali penduduk dunia akan eksistensi terorisme internasional dengan berbagai kepentingan.

Bom tersebut meledak di depan kedutaan besar Australia, Jl HR Rasuna Said, kemarin kurang lebih pukul 11:30. Sampai dengan tadi malam, dilaporkan 8 orang tewas dan 168 orang luka-luka.

Tiga tahun lalu sebelum peledakan bom marak di Indonesia khususnya Jakarta, mendengar berita aksi terorisme di luar negeri akan membuat kita takut dan sulit membayangkan penderitaan para korban. Penduduk yang tinggal di negara-negara sasaran teroris tersebut pasti merasa di neraka, karena selalu dikecam ketakutan kehilangan harta, nyawa, dan sanak keluarga. Tapi setelah beberapa kali mengalami sendiri, penduduk Jakarta semakin terbiasa dengan berita peledakan bom. Pada hari terjadinya peledakan, pusat keramaian, mall dan perkantoran tetap ramai dikunjungi. Indeks harga saham gabungan dan kurs rupiah terhadap US dollarpun tidak lagi mengalami penurunan yang significant.

Menyitir kata-kata Gede Prama bahwa melalui krisis, bangsa indonesia akan semakin kuat. Akhirnya dapat aku simpulkan bahwa setelah melewati masa turbulensi (guncangan akibat perubahan) kita akan makin stabil dengan ketidakstabilan sehingga penduduk Jakarta mulai terbiasa hidup bersama dan berdamai dengan bom dan kematian.

Pada fenomena yang lain, para koruptor dan penjahatpun pada awal melakukan kejahatan dan korupsi, juga mengalami turbulensi; merasa bersalah, gelisah, dan ketakutan namun makin stabil dan tenang setelah punya jam terbang kejahatan yang tinggi, karena sudah terbiasa, sudah kebal, makin mahir, dengan hati yang sudah berkarat dan membatu.

THEY DON'T REALIZE WHAT THEY'RE REALLY UP TO.
THEY ARE LOST.....!!

(Dear God, keep us away from being heartless)

Saturday, August 28, 2004

FOOD FOR YOUR HEALTH

Ada orang begitu tergila-gila pada makanan. Kalau ada info tentang tempat makan enak pasti dicari sampai ke ujung dunia. Ada juga yang tergila-gila hanya jika makanannya gratis:) dan kenyataannya pada sebagian orang makanan bahkan menjadi tujuan hidup. Bahkan kata-kata polos Syifa yang sedang konsentrasi makan siang saat menanggapi panggilanku adalah “ Sebentar Ma, aku lagi menikmati hidup nih!”

Salah satu hadis mengatakan "makanlah sebelum lapar dan sudahi sebelum kenyang". Nasehat ini bertujuan utk pengendalian diri dan bukan saja utk hal-hal yg berhubungan dgn makanan tapi juga utk pengendalian diri secara umum.

Anyway, yang enak-enak belum tentu sehat. Setuju kan!

Monday, August 23, 2004

JOB FOR THE QUALITY OF LIFE

Aku cukup berpengalaman dalam berbagai jenis pekerjaan. Dari jenis freelance, supervisor, clerk/administrative, instruktur, lecturer, computer programmer sampai berkarier jadi birokrat di salah satu departemen. Yang terakhir bahkan hampir 10 tahun kujalani (rekor!).

Kalau kita hubungkan antara pekerjaan dengan kualitas hidup, workaholic berpendapat bahwa pekerjaan adalah hidupnya (the top priority of life). Makanya ada pegawai kantoran rela tetap dikantor sampai malam hari untuk menyelesaikan pekerjaan tanpa uang lembur (padahal alasan sebenarnya karena masih macet, atau menghindari ketemu istri hehe...)
Sedangkan family-oriented berpendapat bahwa pekerjaan hanyalah sarana untuk menghidupi dan memfasilitasi keluarga, makanya mereka nggak rela disuruh kerja sampai malam tanpa uang lembur (yang ini pasti my dear husband).

Waktu 24 jam dalam satu hari sebenarnya untuk dipergunakan secara seimbang. Maksudnya tersedia waktu untuk bekerja, membina hubungan harmonis dgn keluarga, menolong orang lain, mengerjakan hobby, beristirahat, dan yang pasti harus tersedia waktu untuk membaca (yg terakhir ini buatku hukumnya Wajib, for the quality of mind). Keseimbangan juga diperlukan pada kehidupan spiritual yaitu kemampuan menjaga prinsip dan hati nurani. (wah yang ini, dikantorku tantangannya besaaar sekali)

Kesimpulannya, bertahan hampir 10 tahun di instansi yang sekarang artinya aku cukup menikmati pekerjaan ini. Tapi, jika suatu saat dihadapkan dengan tantangan keseimbangan hidup, demi prinsip dan hati nurani aku perlu meninjau ulang keputusanku bertahan di instansi yang oleh sebagian besar orang ditakuti dan terkenal korup di negara ini.

Saturday, August 21, 2004

NEED DAYS OFF!.

3 Days off. What a wonderful world!

Having Fun could be anything;
Buatku adalah punya setumpuk buku untuk dibaca seharian.
Beberapa teman mungkin berfikir aku the most BeTe woman in the world!
Waktu kuliah di Niigata, Agus pernah bilang, " Kok bisa sih seharian nggak keluar kamar, baca buku.. text book lagi!" . Siapa bilang itu textbook, itu novel Investment kok .. yang kebetulan tebalnya mengalahkan buku harry potter ke lima ha..haha.

Lucky for me, my dear husband nggak pernah ribut-ribut sama hobyku yang satu ini (..dan diam2 bersyukur karena istrinya nggak suka keluyuran), tapi kalau baca seharian berarti kan gak banyak gerak tuh makanya, doi agak cerewet nyuruh aku olahraga pagi sekalian menemani dia jogging. Hmm.. mungkin udah bosan lari cuma ditemani Syifa naik sepeda. Dan seperti biasa aku janji mulai besok akan jogging lagi.

Syifa-ku hari ini lagi deg-degan tapi semangatnya luar biasa. Satu minggu ini dia cukup sibuk ikut lomba di sekolah atau di lingkungan perumahan, dari mulai fasion show, lomba makan kerupuk, lomba mewarnai, menghias sepeda, menari, sampai mau coba ikutan lomba menyanyi, yang akhirnya dibatalkannya sendiri.

Nuri sebenarnya udah malu ikutan lomba, tapi kemarin dia nekat aja. Walaupun usianya belum ada 12 tahun, dengan tinggi 163 cm dan ukuran sepatu 40, orang-orang pasti percaya kalau dibilang Nuri ini mahasiswi. Lucu juga kalau ingat waktu minta penjaga toko mencarikan seragam baru untuk Nuri sedang yang berdiri dengan lugunya disampingku, si penjaga tsb dengan Pe De dan cepatnya menyodorkan seragam SMU.